Theology Kemakmuran [by: Fr.Kyrillos Junan SL]
Date: 01 Januari 2011
Kemelekatan pada Uang dan Harta Melanda Gereja
Di Timur sudah lama disadari kalau kemelekatan adalah awal kemelaratan. Karena itulah dalam sebagian kearifan Timur, kemelekatan menjadi fokus spiritualitas, termasuk spiritualitas Kekristenan Orthodox Timur. Kemelekatan yang dimaksud di sini adalah kemelekatan pada uang dan harta, suatu cara hidup yang berfokus pada pemujaan dan bergelimang dengan berkat dan kemakmuran yang dipoles dengan slogan-jargon kesalehan Injil dan Iman pada permukaan hidup keagamaan.
Theologi Kemakmuran atau Doktrin Kemakmuran (bhs. Inggris: Prosperity Theology), yang kadang-kadang disebut pula Theologi Sukses, adalah doktrin yang mengajarkan bahwa kemakmuran dan sukses dalam bisnis adalah tanda-tanda eksternal bahwa yang bersangkutan dikasihi Allah. Kasih Allah ini diperoleh sebagai sesuatu takdir (predestinasi), atau diberikan sebagai ganjaran untuk doa atau jasa-jasa baik yang dibuat orang tersebut. Theologi Kemakmuran adalah bagian yang cukup umum dari televangelis dan beberapa denominasi gereja-gereja kontemporer yang mengklaim bahwa Allah menginginkan agar orang Kristen sukses dalam segala hal, khususnya dalam segi keuangan mereka.
“Theologi” sukses menjadi satu fenomena tersendiri yang sangat mempengaruhi Kekristenan sejak abad ke 20. Hampir tidak ada orang Kristen yang tidak dipengaruhi oleh “theologi” sukses. Bahkan yang menolak theologi inipun sering kali tanpa sadar ataupun secara sadar sebenarnya mempraktikkan dan mengakui teologi ini. Tapi harus menolaknya, karena merasa theologi ini bertentangan dengan doktrin dan pengajaran di gereja/alirannya.
Para penganjur dogma ini mengklaim bahwa tujuannya adalah untuk pekerjaan misi atau mendanai pemberitaan Injil di seluruh dunia. Ajaran mereka didasarkan pada beberapa ayat di Alkitab yang ditafsirkan secara tidak kontekstual, sempit dan dangkal dan salah satunya adalah Ulangan 8:18 yang mengatakan: "Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." Doktrin itu digunakan oleh para pengajurnya untuk memetik keuntungan dari orang-orang yang dimotivasi untuk memberi persembahan uang dan harta benda lain, kolekte dan persepuluhan dalam jumlah besar atau bahwa fokus doktrin itu pada kekayaan materi adalah keliru. Kekayaan materi malah justru bisa membuat orang percaya jatuh ke dalam rasa cinta dan serakah akan uang dan harta.
Theologi Kemakmuran dan Salesman Injil
Berikut adalah definisi pengertian kata salesman dari berbagai sumber:
Salesman is a person engaged in selling either customers in a shop or to shops, taken from the pocket English Dictionary, page 912.
Salesman adalah penjual barang-barang, pedagang, diambil dari Kamus Inggris Indonesia oleh John M. Echols dan Hassan Shadily, page; 498
Sedangkan pengertian dalam Oxford Pocket Dictionary, page; 364. salesman is a person who sells goods.
Definisi kata Sales ini menurut [thefreedictionary.com] kamus online adalah: “A man who is employed to sell merchandise in store or in designated territory”
Bahasa Indonesianya kurang lebih seperti ini:
“Seorang pria yang digunakan untuk menjual barang dagangan di toko atau di wilayah yang ditunjuk”
Menurut Omend (menuju) Amd dalam Pengertian Sales, Salesman, atau Salesmanship, Salesman adalah sebuah profesi dimana seseorang yang kerjanya berkeliling ke rumah-rumah, sok ramah tamah dan berniat menjual produknya ke konsumen (yang dilakukan kadang dan tak jarang) dengan cara menghasut konsumen agar tertarik dan membeli produknya.
Doktrin theologi kemakmuran di atas sejalan dengan waktu akan membawa orang pada cara hidup memuja harta dan kenikmatan hidup jasmani. Akibat lebih lanjutnya dalam hal-hal rohani, seperti pelayanan gereja menjadi bertolok-ukur dan berfokuskan pada berkat-berkat jasmani, bukannya karena kasih akan Allah dan sesama. Ibadah, khotbah dan jenis pelayanan-pelayanan lain baru berjalan jika ada imbalannya berupa berkat-berkat baik berupa uang dan berkat-berkat lain yang mengikutinya. Maka tak heran jika pewartaan Injil bukan lagi menjadi panggilan dan kewajiban, tetapi menjadi salah satu profesi bisnis diantara profesi-profesi bisnis lainnya sebagaimana seorang salesman, yaitu salesman Injil yang berfokuskan pada target penjualan dan salary-komisi-insentif yang menguntungkan.
Salesman Injil=”teen psykheen sou apaitousin apo sou”,
”mereka akan menuntut jiwamu darimu”
Injil bukan diwartakan dengan cuma-cuma tapi Injil diperjual-belikan oleh para salesman Injil sebagaimana komoditi dalam dunia bisnis. Gereja menjadi ajang bisnis yang menjanjikan berkat-berkat kemakmuran yang menggiurkan dan melimpah! Padahal keselamatan diberitakan dan diberikan secara cuma-cuma: ”Hanya karena rahmat Allah saja yang diberikan dengan cuma-cuma, hubungan manusia dengan Allah menjadi baik kembali; caranya ialah: manusia dibebaskan (ditebus) oleh Kristus Yesus” (Roma 3:24). Para Rasul dan Gereja Purba pada abad-abad berikutnya mewartakan Injil dengan cuma-cuma: ”karena aku memberitakan Injil Allah kepada kamu dengan cuma-cuma?” (2 Korintus 11:7). Dan Tuhan Yesus sendiri memerintahkan: ”Pergilah dan beritakanlah ... Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma” (Matius 10:7,8). Keadaan ini makin membudaya sehingga tak terasa semangat hedonisme (pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup) dan materialisme (pemujaan atas harta-benda) merasuki kehidupan orang Kristen. Inilah cara hidup musyrik yang ditentang oleh Allah dan Kitab Suci, sebab uang dan harta benda menjadi segala-galanya sehingga cinta-kasih dan pelayanan bagi Allahpun bukan menjadi sesuatu yang menjadi prioritas utama dan sakral, tidak dilakukan dengan rasa gentar dan kasih yang tulus. Rasa takut akan Allah sudah tidak ada lagi, karena Tuhan satu-satunya hanya uang dan harta benda. Tempat bagi Allah sudah digantikan oleh nafsu kemelekatan pada Mamon uang dan harta benda. Inilah bentuk pemujaan berhala modern dalam kekristenan, yaitu salah satu bentuk kemusyrikan (menyekutukan Allah dengan memuja uang dan harta benda).
Tauhid adalah Ajaran Pokok atau Hukum yang Terutama
Kata “Tauhid“, artinya “keesaan Allah“ [bhs. Arab: توحيد (“Tawhid” ; ”ke-Esa-an”)]. Sedang “Tauhidiah“ adalah “mengenai keesaan Allah“. Bersama dengan agama sebelumnya: Yahudi, dan agama sesudahnya: Islam, Iman Kristen Orthodox adalah keyakinan yang berlandaskan Tauhid (Keesaan Allah). Berdasarkan kebenaran yang paling mendasar dari pengakuan Kristiani tentang Tauhid inilah segenap ajaran Kristen berpangkal. Mengenai keyakinan akan Tauhid ini Alkitab tanpa ragu ragu lagi menyuarakan suara serentak dengan lantang. Sebagaimana dikatakan dalam ayat-ayat berikut ini:
Jawab Yesus: ”Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada Hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.” Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: ”Tepat sekali ,Guru, benar kataMu itu, bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia (Markus 12:29-32).
Pernyataan Yesus yang tegas tentang keesaan Allah ini, diambil dari Syahadat Yahudi yang disebut “shema“ ["shema yisrael Adonai elohanu Adonai echad"; "Hear, Israel, Yhwh is our God, Yhwh is one" (Ulangan 6:4)], untuk menunjukkan bahwa Yesus datang bukan untuk menggantikan atau menyingkirkan pengajaran Taurat (Torah) dan para Nabi sebelumnya, namun untuk meneguhkan dan menegaskannya. Dengan demikian pengakuan akan Tauhid ini adalah merupakan ajaran pokok atau “Hukum yang terutama” menurut Yesus Kristus, baik dalam Taurat dan kitab para Nabi ataupun dalam ajaran Isa Almasih (Yesus Kristus) sendiri. Seiring dengan ajaran Almasih mengenai Tauhid ini, Alkitab secara keseluruhan memang memberitakan fakta keesaan Allah ini, misalnya: Ulangan 6:4; Yesaya 45:5-6; Matius 4:10; Yohanes 17:3; Roma 3:10; I Korintus 8:4; 6; Galatia 3:20; Efesus 4:6; I Timotius 2:5; Yakobus 2:19; Yudas 25. Jadi Tauhid Ini adalah kebenaran mutlak yang harus diyakini sepenuhnya dalam agama Kristen. Inilah agama Monolatreia (monolatry): ”worship of a single, "jealous" God”; Latreia adalah kebaktian dalam arti penyembahan yang hanya semata-mata ditujukan pada Allah.
Tuntutan Tauhid
Pengakuan akan keesaan Allah meskipun merupakan landasan fundamental bagi agama dan iman yang benar, belumlah cukup pada dirinya sendiri, sebelum kita mengerti secara benar tuntutan apa yang diminta dari pengakuan semacam ini. Sebab Iblispun mengakui akan Tauhid, namun dia tak bersikap me-Tauhid-kan Allah, sehingga Tauhidnya Iblis itu tak membawa dia ke dalam pengampunan Ilahi, sebagaimana yang dikatakan : “Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.” (Yakobus 2:19)
Yang hendak ditegaskan oleh ayat ini adalah bahwa, memang pengakuan akan Tauhid itu baik pada dirinya sendiri, namun setan-setanpun percaya akan kebenaran fundamental ini dan mereka takut, tetapi kepercayaan mereka akan tauhid ini tidak membawa setan-setan itu kepada pengampunan Ilahi dan keselamatan kekal. Berarti ada pengakuan yang salah dan tidak tepat akan Tauhid ini. Jadi ada tuntutan kongkrit agar Tauhid itu bersifat murni dan tak terkotori oleh yang musyrik (menyekutukan Allah, Polytheisme). Mengakui, percaya bahwa Allah itu Esa belumlah cukup sebelum kita berniat untuk meng-Esa-kan atau me-Tauhid-kan Allah dalam sikap hidup kita.
Tauhid versus Musyrik
”Musyrik” adalah keyakinan serta sikap hati dan ibadah yang membuat sekutu dan tandingan bagi Allah, sehingga dengan demikian keesaan Allah dalam keilahianNya (Tauhid Ilahiah), dalam kepenguasaanNya (Tauhid Rububiyah), dan dalam Ibadah kepadaNya (Tauhid Ubudiyah) mengalami pengrusakan dan perongrongan.
Sikap musyrik ini sangat membahayakan bagi keselamatan manusia sehingga diancam: ”Apabila kamu...beribadah kepada ilah asing, maka Ia akan berbalik dari padamu...serta membinasakan kamu...” (Yosua 24:20). Juga tertulis: “Perbuatan daging telah nyata, yaitu....penyembahan berhala...barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam kerajaan Allah” (Galatia 5:19-20).
Karena demikian beratnya ancaman yang diberikan bagi para Musyrikin (orang-orang yang melakukan tindakan musyrik), adalah sangat penting bagi kita mengerti apa-apa yang dapat dikatakan sebagai musyrik itu, dan dengan mengetahuinya kita dapat menjauhkan diri daripadanya serta memurnikan diri kita dari kemusyrikan untuk menegakkan serta memurnikan tauhid itu dalam hidup kita.
Macam-macam bentuk kemusyrikan diantaranya:
1. Penyembahan kepada benda wadhag, yaitu patung-patung atau gambar yang disamakan dengan Ilah dan disujud-sembahi (diibadahi).
2. Memuja Malaikat, termasuk para iblis yang menyamar sebagai malaikat terang
3. Memuja pemimpin agama
4. Memuja uang dan harta benda
5. Memuja hawa nafsu
Di bawah ini kita akan membahas salah satu bentuk musyrik, yaitu Memuja uang dan harta benda.
Memuja Uang dan Harta Benda
Memuja Harta Benda termasuk salah satu dari lima bentuk kemusyrikan di atas yang tak kalah pentingnya yang ditentang Kitab Suci. Dalam 3 bentuk kemusyrikan yang pertama yaitu penyembahan kepada benda wadhag, Memuja Malaikat, Memuja Pemimpin Agama, penekanan diletakkan pada bentuk keyakinan yang salah arah akan hal-hal yang bersifat Adi-Kodrati. Sedangkan bentuk kemusyrikan memuja harta benda dan hawa nafsu adalah tumpuan harap yang salah arah dalam sifat akhlak manusia. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan, selalu mengharapkan untuk memuja sesuatu. Jika bukan Allah yang benar yang disembah, maka makhluk akan menjadi gantinya disembah manusia, sebagaimana dikatakan: “Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya, yang harus dipuji selama-lamanya, amin“ (Roma 1:25)
Diantara benda ciptaan (makhluk) yang mudah menjadi tumpuan harap atau pemujaan manusia adalah uang dan harta benda. Almasih mengajarkan: “Jangan kamu mengumpulkan harta di bumi...Karena hartamu berada, disitu juga hatimu berada...Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan...Kamu tak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon. (harta benda, kekayaan, uang)” (Matius 6:19,21,24). Dan sekali lagi Sang Kristus bersabda: “Dan jikalau kamu tidak setia pada harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri? Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan...Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon. Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu...” (Lukas 16:12-14)
Dari pengajaran Almasih ini, jelas dinyatakan bahwa mengumpulkan uang dan harta sebagai tumpuan harap dan sebagai pujaan atau kemelekatan adalah merupakan perbuatan musyrik, karena merupakan penyembahan kepada makhluk, sehingga uang dan harta benda itu menjadi tuan atau sesembahan disamping Allah, dan manusia menjadi hamba dari harta, atau hamba dari uang. Mamon atau harta benda menjadi tandingan Allah dalam hidup manusia yang seperti itu. Manusia yang seharusnya hanya bertuankan Allah dan menjadi abdi dan hambaNya, sekarang bertuankan Mamon (harta) dan menjadi hamba dari harta dan uang itu. Itulah sebabnya Kitab Suci memberi peringatan sebagai berikut: “Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari Iman...” (I Timotius 6:10). Seruan peringatan lainnya mengatakan: “Peringatkanlah kepada orang-orang ... jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah...” (I Timotius 6:17).
Terlekat dan Cinta pada Uang dan Harta = Penyembahan Berhala
Uang dan Harta dapat membuat orang menyimpang dari iman, dan harta serta kekayaan dapat menjadi tumpuan harap sebagai tandingan Allah, atau bahkan pengganti Allah. Itulah sebabnya tamak akan harta atau keserakahan itu dikatagorikan sama dengan penyembahan berhala: “Karena itu matikanlah dalam dirimu... keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah...” (Kolose 3:5-6)
Dan karena terlekat-cinta pada uang dan harta itu disamakan dengan penyembahan berhala, maka kepada seorang muda yang kaya yang merasa dirinya cukup beragama, namun hatinya terlekat pada hartanya Yesus Kristus mengatakan:“...Jikalau kamu hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin. maka engkau akan beroleh harta di sorga... mendengar perkataan itu pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya...sukar sekali bagi orang kaya untuk masuk dalam Kerajaan Sorga...” (Matius 19:21-23)
Hidup beragama menjadi bubar hanya karena sayangnya pada uang dan harta, lebih dari pada sayang kepada orang miskin maupun harta di Sorga. Dia merasa sedih kehilangan harta, sebab harta itu menjadi ilah baginya, padahal: ”Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” (Keluaran 20:3). Bagi si orang kaya menyembah dan membaktikan dirinya hanya bagi harta materinya, padahal Tuhan Yesus mengingatkan: "Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (Matius 4:10; Lukas 4:8).
Itulah sebabnya orang kaya seperti ini memang dikatakan sukar masuk ke dalam Kerajaan Sorga, karena sesembahannya bukanlah Allah, namun berhala uang dan harta yaitu keserakahannya sendiri. Maka murka Allahlah yang akan diterimanya, bukan KerajaanNya. Untuk itulah dengan tegas Almasih memberi peringatan yang sangat tajam akan ketamakan itu: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun orang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung dari pada kekayaannya itu” (Lukas 12:15)
Akhirnya peringatan Nabi Kudus Musa (bhs. Ibrani: מֹשֶׁה, Modern: Moshe; bhs. Arab: موسىٰ, Mūsa) atau juga dipanggil Moshe Rabbenu (רַבֵּנוּ מֹשֶׁה, "Musa Sang Guru/Rabbi"), Pemberi Hukum dan Pelihat Allah (kira-kira tahun 1531 M.) tetap relevan untuk mereka yang menjadikan uang dan harta benda menjadi pusat hidup, berhala-berhala modern, yaitu allah lain, ilah-ilah zaman ini: ”Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk: berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan kutuk, jika kamu tidak mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, dan menyimpang dari jalan yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal” (Ulangan 11:26 -28).
Akibat Keserakahan Uang dan Harta Benda (1): Menyimpang dari Iman, Kejahatan dan Penyembahan Berhala
Kitab Suci mengingatkan bahwa cinta akan uang dan harta adalah sumber segala kejahatan yang mendatangkan kebinasaan. Mengapa cinta dan serakah akan uang dan harta bisa membinasakan?
Keserakahan akan uang dan harta benda sehingga mengejar kekayaan dengan segala macam cara mempunyai efek negatif bagi kehidupan iman, dengan akibat mengancam keselamatan jiwanya sendiri maupun keselamatan jiwa orang lain. Karena keserakahan dan haus akan uang dan harta inilah, orang ini tidak akan pernah puas dengan kekayaan yang sudah didapatkannya. Ia akan mengejar uang dan harta lebih lagi.
”Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya”(Pengkhotbah 5:9). Karena mengejar uang-harta secara lebih lagi, maka ini akan menjadi –isme dalam hidupnya sehingga ia menjadi penganut faham hedonisme dan materialisme. Inilah cara hidup yang bisa membuat setiap orang terjatuh dalam pencobaan dan jerat hawa nafsu, termasuk orang Kristen. Dan jika jerat ini sudah begitu erat mengikat orang Kristen, maka kejahatanlah yang mulai dirancang dalam hati seseorang. Bagi orang beriman dan aktif dalam lingkungan pelayanan gereja, maka ikatan jerat hawa nafsu keserakahan akan uang dan harta ini akan mulai membuat imannya menyimpang. ”Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman (sampai membuat ajaran-ajaran palsu-menyesatkan, memanipulasi umat, melayani dan berkhotah karena mengejar uang persembahan-persepuluhan) dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka” (1 Timotius 6:9-10).
Seperti ayat di atas, inilah awal kejahatan dan kesesatan yang membinasakan bagi dirinya, maupun orang lain jika ajaran –isme cinta-melekat pada uang-harta ini mulai disebar-wartakan, sehingga mereka memalingkan telinga dari kebenaran dengan membuka diri dan membuat doktrin-doktrin palsu sesat penuh takhayul, dongeng nenek-nenek tua dan dongeng-dongeng isapan jempol (1 Timotius 4:7; 2 Timotius 4:4; 2 Petrus 1:16). Orang-orang semacam ini memalingkan telinga dari kebenaran Injil karena telah dibutakan oleh ilah zaman ini yaitu uang dan harta-benda: ”yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah” (2 Korintus 4:4).
Demikianlah sebenarnya, masih banyak lagi bukti-bukti dari Kitab Suci yang menunjukkan bahwa harta-benda dan kekayaan itu dapat menyimpangkan iman manusia kepada kemusyrikan, dengan menjadikannya sebagai tumpuan harap dan sebagai tandingan atau pengganti Allah sendiri.
Akibat Keserakahan Uang dan Harta Benda (2): Jiwa Diseret Roh-roh Jahat
Seperti dikatakan di atas, cinta dan serakah akan uang dan harta bagi Allah dikatagorikan sama dengan penyembahan berhala (Kolose 3:5-6). Dan ada hubungan antara berhala apapun bentuknya dengan Iblis dan segala roh jahatnya. Seperti kita ketahui, patung berhala dan arca pada dirinya sendiri memang hampa dan tidak ada realitanya, namun karena itu penyembahan kepada yang dusta, maka ”bapa segala dusta” (Yohanes 8:44) yaitu: Iblis dan segala roh jahatnya (I Korintus 10:19-20) menggunakan kesempatan itu untuk makin menipu dan menyesatkan manusia. Maka penyembahan berhala modern, yaitu keserakahan dan kemelekatan pada uang dan harta inipun akan berhubungan dengan Iblis dan segala roh jahatnya dengan efek yang lebih mengerikan pada akhir hidup seseorang.
Keserakahan dan kemelekatan pada uang dan harta yang sama dengan penyembahan berhala ini adalah kemusyrikan yang ditentang dan dibenci oleh Allah dan mendatangkan hukuman kebinasaan bagi pelakunya (Yosua 24:20; Galatia 5:19-20). Seperti disebutkan di atas, roh-roh jahat juga ikut berperan dalam kebinasaan yang lebih mengerikan lagi. Roh-roh jahat juga akan menyeret jiwa orang masuk ke tempat siksa kekal karena berhala uang-harta yaitu keserakahan akan uang dan harta benda. Dalam Kisah Orang Kaya yang Bodoh di injil Lukas 12:20, Kitab Suci menegur si orang kaya yang menumpukan hidupnya pada harta benda:
”Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kau sediakan, untuk siapakah itu nanti?” (Alkitab Bahasa Indonesia Terjemahan Baru)
”Tetapi firman Allah kepadanya: Hai bodoh, bahwa malam ini juga nyawamu akan dituntut daripadamu; maka barang yang engkau sudah sediakan itu menjadi hak siapakah?” (Alkitab terjemahan lama)
”Namun, Allah berkata kepadanya: Hai orang bodoh, pada malam ini mereka menuntut jiwamu dari padamu, dan akan menjadi milik siapakah apa yang telah engkau persiapkan?” (Alkitab MILT)
ειπεν (eipen) δε (de) ο αυτω (autO) ο (ho) θεος (theos) αφρον (aphron) ταυτη (tautE) τη (tE) νυκτι (nukti) την (tEn; teen = the) ψ υ χην (psuchEn; psykheen = soul = jiwa) σου (sou = of you = mu) απαιτουσιν (apaitousin = they are from requesting = they are demanding = mereka meminta; mereka menuntut) απο (apo = from = dari) σου (sou = you = mu) α (ha) δε (de) ητοιμασας (hEtoimasas) τινι (tini) εσται (estai) (Robinson/Pierpont Byzantine Greek New Testament with Strong’s Numbers)
Mengapa si orang serakah akan uang dan harta ini disebut “bodoh”? Karena meskipun uang dan harta bisa ditimbun, ditabung, diinvestasikan untuk bertahun-tahun lamanya, namun jiwa itu tak selalu dapat ikut bertahan sampai bertahun-tahun lamanya. Karena jika orang materialistis yang serakah ini sewaktu-waktu harus meninggalkan dunia ini, harta bendanya tak dapat dibawa menyeberang ke alam baka dan tidak tahu siapa yang akan mewarisi. Dia berpikir bahwa uang, harta benda dan kekayaan jasmani itulah yang membuat jiwa beristirahat, makan-minum dan bersenang-senang Lukas (12:19). Padahal istirahatnya jiwa, kesenangan jiwa itu bukan terletak pada banyaknya berkat jasmani, uang dan harta, serta jiwa itu tak memerlukan makan dan minum untuk dapat bersenang-senang. Inilah kebodohan yang nyata dari manusia yang mengacaukan dan tidak bisa membedakan kebutuhan jiwa dengan kebutuhan jasmani. Orang-orang macam ini walaupun dianggap sukses, kaya, makmur, penuh berkat melimpah dimata manusia (karenanya layak menyandang gelar orang beriman yang dikasihi, diberkati Allah karena posisinya sebagai anak raja), namun ternyata ”bodoh” dan ”tidak kaya dihadapan Allah” (12:20, 21). Dia tidak kaya dihadapan Allah, yaitu tidak kaya secara rohani, sebab hatinya tak pernah diisi dengan hal-hal ilahi, karena pusat dan fokus kehidupannya hanyalah dalam hal bagaimana makin menumpuk uang-harta yang fana itu (melalui pelayanan gereja) agar ia dapat memuaskan keinginan hawa nafsunya serta membeli kenikmatan jasmaniah dengan uang dan hartanya itu, walaupun ini dilakukan dengan slogan-jargon Kristiani ”berkat” dan ”iman”.
Kekayaan itu justru dapat menjadi pemiskinan pribadi dan pemiskinan jiwa. Dan yang lebih mengerikan lagi, dikatakan: ”jiwamu akan diambil dari padamu”, dalam teks asli bahasa Yunani tertulis: την ψυχην σου απαιτουσιν απο σου (”teen psykheen sou apaitousin apo sou”), yang artinya: ”mereka akan menuntut jiwamu darimu”. Kata ”mereka” pasti bukanlah para malaikat, sebab pekerjaan malaikat bukanlah penuntut jiwa atau pencabut nyawa. Dalam Kekristenan tidak ada malaikat penuntut atau pencabut nyawa, malahan yang ada adalah malaikat yang mengantar jiwa waktu kematiannya (Lukas 16:22), malaikat yang melayani Allah bagi pemeliharaan dunia ini diberi tugas masing - masing untuk berkuasa atas air (Wahyu 16:5), malaikat yang menguasai api (Wahyu 14:18), ada malaikat yang menjaga sejarah bangsa-bangsa (Daniel 10:12-14), ada malaikat pelindung anak-anak (Matius 18:10), ada malaikat Petrus (Malaikat pelindung manusia biasa) (Kisah Rasul 12:15). Tugas para malaikat ini karena tujuan mereka diciptakan adalah untuk melayani Allah dan untuk melayani manusia yang diselamatkan (Wahyu 19:10; Ibrani 1:4), bukannya mencabut nyawa. Jadi kata ”mereka” dalam Lukas 12:20 ini adalah ”roh-roh jahat” yang akan menuntut jiwa itu dan menyeretnya ke dalam tempat siksa di Tartarus. Jadi Injil Lukas 12:20 ini berdasarkan teks aslinya berbunyi sebagai berikut: ”Tetapi firman Allah kepadanya: Hai bodoh, bahwa malam ini juga ”mereka (”roh-roh jahat”) akan menuntut jiwamu darimu”; maka barang yang engkau sudah sediakan itu menjadi milik siapakah?” Bukankah ini miskin yang semiskin-miskinnya. Harta sudah tak punya, karena orang mati tak dapat membawa hartanya, malahan jiwanya sendiripun dituntut dan diseret roh jahat pula ke dalam siksa kekal.
Cara-cara Melawan Kemelekatan pada Uang dan Harta Benda
Mengapa kemelekatan pada uang dan harta benda ini harus dilawan dengan sekuat tenaga? St. Paulus dari Tarsus, Sang Rasul (bhs. Yunani Kuno: Σαούλ (Saul), Σαῦλος (Saulos), dan Παῦλος (Paulos); bhs.Ibrani: שאול התרסי Šaul HaTarsi (Saul dari Tarsus) (kira-kira 5 - 67) menasehatkan, ketika seseorang menjadi percaya akan Kristus, hendaklah ia penuh dengan Roh Kudus (Efesus 5:18). Dan salah satu buah Roh karena percaya akan Kristus dan penuh dengan Roh ini ialah ”penguasaan diri” (Galatia 5:22-23). Penguasaan diri yang dimaksud adalah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya, termasuk keinginan serakah akan uang dan harta. Orang dengan buah Roh, yang diantaranya penguasaan diri yaitu dengan menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya inilah yang berhak disebut sudah menjadi milik Kristus Yesus (Galatia 5:24). ”Tetapi buah Roh ialah: ... , penguasaan diri. ... Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya” (Galatia 5:22-24).
Bahkan Rasul Petrus (Bhs. Yunani: Πέτρος, Pétros, "batu karang"; kira-kira 1 SM – 67 M), kadang-kadang dipanggil Simon Kefas (Bhs. Yunani: Σιμων Κηφᾶς, Symōn Kēphas; bhs. Aramaik: Šimʕōn Kêfâ; bhs. Syriac: ܫܡܥܘܢ ܟܐܦܐ, Sëmʕān Kêfâ) menekankan pentingnya kesungguhan dan tekad untuk menambahkan pada iman Kristen kita yaitu penguasaan diri. Jika penguasaan diri ini tercapai barulah kita disebut orang Kristen yang berhasil dalam pengenalan kita akan Yesus Kristus, Tuhan kita. ”Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri .... Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita” (2 Petrus 1:5-8).
Jadi demi penguasaan diri, yaitu menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya, termasuk keinginan serakah-melekat pada uang dan harta inilah maka kita harus melawan kemelekatan ini. Kitab Suci memberi pemecahan dan pengajaran bagaimana kita dapat menyucikan harta milik kekayaan kita itu agar bukan menjadi tandingan dan pengganti Allah serta tak menuntun kita kepada kemusyrikan yang mendatangkan murka Allah itu. “Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu” (Amsal 3:9)
Karena harta itu juga benda ciptaan milik Allah, maka itupun harus tunduk kepada Allah (bukannya hidup dalam keserakahan dan kemelekatan akan uang dan harta, hingga melakukan manipulasi-manipulasi rohani dalam pelayanan demi uang), maka satu-satunya jalan agar manusia tidak jatuh dalam kemusyrikan melalui harta miliknya, adalah mengabdikan dan menghambakan uang dan harta tadi kepada Allah dengan menggunakannya untuk kemuliaan Allah. Dengan cara itu sajalah uang dan harta iitu menjadi suci dari beban kemusyrikan dan noda pemberhalaan. Sedangkan bagaimana kita memuliakan Allah dengan uang-harta dan menghambakan uang-harta kepada Allah itu dijelaskan demikian : “Ikatlah persahabatan (lakukan perbuatan-perbuatan baik, saleh dan bajik semacam persahabatan itu) dengan mempergunakan Mamon (melalui harta kekayaan yang engkau miliki) yang tidak jujur (yang tidak tetap dan selalu berubah keadaannya), supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong (supaya jika harta kekayaan itu sudah tidak berfungsi dan tak kau butuhkan lagi, terutama pada saat kau mati) kamu diterima dalam kemah abadi (Sorgalah sebagai ganti kekayaan itu)” (Lukas 16:9).
Berdasarkan Lukas 16:9, secara konkrit cara-cara untuk melawan kemelekatan pada uang dan harta dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik, saleh dan kebajikan adalah dengan cara memberi makan orang yang kelaparan, memberi minum pada orang yang kehausan, memberi tumpangan orang yang terasing, memberi pakaian orang yang telanjang, melawat orang yang sakit, mengunjungi orang yang terpenjara (Matius 25:-40), singkat kata segala perbuatan yang bajik untuk kemanusiaan demi mengangkat dan menolong kehinaan si papa dengan menggunakan harta milik kita yang dilandasi iman kepada Kristus. Ini adalah bersedekah dan berbuat baik secara umum kepada “saudara yang paling hina” (segenap manusia papa dan sengsara di dunia ini). Itu adalah cara kita mengabdikan dan menghambakan harta kita atau milik kita kepada Allah dan memuliakanNya. Karena segala sesuatu yang kita lakukan itu dikatakan oleh Almasih sebagai melakukan untuk Dia sendiri. Selain hal-hal di atas cara yang lain untuk memerangi kemelekatan pada uang dan harta adalah dengan cara praktek zakat (perpuluhan) sesuai dengan perintah Yesus Kristus sendiri: “Celakalah kamu hai ahli-ahli Taurat dan orang Farisi, hai kamu orang orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan yaitu: keadilah dan belas-kasihan dan kesetiaan. Yang satu (persepuluhan) harus dilakukan dan yang lain (keadilan, belas-kasihan dan kesetiaan) jangan diabaikan” (Matius 23:23)
Menurut Almasih zakat dari sepersepuluhan dari penghasilan kita itu adalah sesuatu yang harus dilakukan, namun harus dilakukan dengan segala kerendahan hati, keadilan, belas-kasihan, dan kesetiaan. Dengan kita memberi zakat sepersepuluhan dari penghasilan kita, kita telah menyucikan harta milik kita itu dari noda kemusyrikan, ketamakan, dan keserakahan. Jadilah harta milik itu suatu berkat yang memuliakan Allah.
Senada dengan ayat-ayat di atas, maka kemelekatan seseorang pada uang-harta benda haruslah digantikan dengan kemelekatan pada Sang Bapa, Allah yang Esa (1 Korintus 8:6), yaitu Allah Sang Tritunggal Kudus (keberadaan yang ada di dalam diri Allah yang Esa yang sejak kekal memiliki “Firman” dan “Roh” yang berada satu di dalam Dzat-Hakekat Allah yang Esa itu; sebab Allah tanpa memiliki Firman adalah Allah yang bisu dan Allah tanpa memiliki RohNya adalah Allah yang mati) yaitu, Sang Bapa (Allah yang Esa), Sang Putera (Firman Allah), dan Sang Roh Kudus (Roh Allah), suatu kemelekatan pada Allah Sang Khalik melalui Firman yang menjadi manusia yang begitu nyata dalam hidup ini, yaitu Yesus Kristus, sebagaimana yang dilakukan juga oleh Rasul Paulus: ”Karena bagiku hidup adalah Kristus ...” (Filipi 1:21). Paulus tidak melekat pada segala sesuatu, termasuk uang dan harta yang bahkan dianggapnya sebagai sampah. Semuanya itu dilakukan supaya memperoleh dan hidup melekat pada Kristus. ”Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus ” (Filipi 3:8).
Karena tidak melekat pada segala sesuatu (termasuk pada uang dan harta) kecuali pada Allah yang Esa yang kita kenal di dalam Kristus Yesus itulah, sang Rasul kembali menasehati kita: ”Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu (cinta, keserakahan, kemelekatan pada uang dan harta benda), kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan” (1 Timotius 6:9-11). Rasul Paulus memberi wejangan saleh itu karena dia mengetahui bahwa rahasia hidup kekal adalah mengenal dan melekat pada Tuhan Yesus Kristus, Firman Allah menjelma yang adalah Allah dan tidak melekat pada segala sesuatu termasuk materi, uang dan harta-benda: ”Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus ” (Yohanes 17:3).
Jadi berdasarkan ayat-ayat di atas, menurut Rasul Paulus cara melekat pada Tuhan Yesus adalah dengan cara mengejar, berbuat, melakukan cara-cara hidup yang menjunjung dan mendukung keadilan, ibadah dengan tulus, gentar dan takut akan Allah, penuh kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan terhadap Allah dan sesama. Bukannnya cara hidup yang mengejar, berbuat, melakukan cara-cara hidup yang menjunjung dan mendukung keserakahan akan uang dan harta, bukannya ibadah dengan tujuan tidak tulus, tidak takut akan Allah, hanya setia, kasih, sabar dan lembut jika pelayanan mendatangkan keuntungan secara materi.
Melawan Segala Kemelekatan dalam Tradisi Gereja Orthodox: Doa Yesus
Kitab Suci dan Gereja Orthodox Timur yang merupakan kesinambungan tanpa putus dengan Gereja Perjanjian Baru dan Gereja Purba, karena mengetahui bahaya-bahaya kemelekatan akan uang dan harta bagi keselamatan jiwa, selalu mengajarkan hidup mengosongkan - merendahkan diri, menyangkal diri, lepas tidak melekat pada uang-harta, agar bisa melekat pada Allah Sang Sumber Hidup Kekal yang Sejati. Hal ini bisa dilihat jelas seperti yang diteladankan oleh Yesus Kristus yang telah mengosongkan diri-Nya sendiri sampai mati di kayu salib (Filipi 2:7), ini senada dengan bunda Maria yang menyadari dirinya hanya seorang hamba sehingga terkenal dengan kata-kata ”fiat”-nya (Lukas 1:38), juga Rasul Paulus yang telah melepaskan semuanya yang dulu dianggap merupakan keuntungan dan menganggapnya sampah, demi memperoleh Kristus (Filipi 3:8), begitu juga para rasul lain, para orang kudus dan para martir yang tidak menyayangkan posisi dan prestasi duniawinya, bahkan nyawanya sekalipun. Itu semua mereka lakukan karena mereka telah menemukan harta kekayaan yang tidak dapat lapuk dan rusak yang sampai pada kehidupan kekal yaitu harta milik Allah yang ”kaya dengan rahmat” (Efesus 2:4), yaitu ”kekayaan kasih karuniaNya” (Efesus 2:7). Inilah kekayaan - keselamatan kekal (bukannya kekayaan uang-harta yang dikejar-kejar dengan keserakahan dan kemelekatan, padahal semuanya ini bersifat tidak kekal) yang menghidupkan dengan cara manunggal-melekat bersama Kristus (Efesus 2:5). Ini semua bisa diraih hanya dengan melekat-manunggal dengan Allah, sumber segala rahmat di dalam Kristus Yesus (1 Petrus 5:10).
Jika pada seseorang melekat penuh keserakahan pada uang dan harta, maka roh-roh jahat pada akhir hidup orang itu akan menyeretnya pada kebinasaan kekal di Tartarus. Hal sebaliknya kehidupan kekal diberikan pada seseorang yang melekat-manunggal pada Allah Yang Esa, yaitu Sang Bapa [...bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa... (1 Korintus 8:6)], Sang Sumber Kehidupan Kekal itu melalui FirmanNya (yang berada satu di dalam Dzat-Hakekat Bapa yang satu itu, karenanya pasti satu Dzat hakekat (satu essensi) dengan Allah Sang Bapa) yang sudah menjadi manusia, yaitu Tuhan Yesus Kristus, yang dikerjakan oleh Roh Allah [yang “keluar dari Bapa” (Yohanes 15:26), yang juga berarti berada satu di dalam Dzat-Hakekat Bapa bersama Firman Allah sendiri], yaitu Roh Kudus Sang Pemberi Hidup. Dalam Gereja Timur yang Orthodox, salah satu cara panunggalan-melekat ini dilakukan dengan melalui menyerukan Nama Sang Firman Menjelma yaitu Yesus Kristus melalui Doa Yesus.
Doa Yesus berasal dari Perjanjian Baru dan mempunyai tradisi penggunaan yang lama sekali. Doa Yesus bersandarkan pada nasehat St. Paulus Sang Rasul untuk Kaum Goyim (Bangsa non Yahudi), untuk berdoa tak kunjung putus: “Berdoalah tak kunjung putus” (“pray without ceasing”) (I Tesalonika 5:17)dan juga atas anjuran Tuhan Yesus sendiri pada para muridNya: "Waspadalah dan berdoalah tak henti-hentinya …” (Lukas 21:36). Rumusan doa ini berdasarkan seruan si buta di Yerikho (Lukas 18:38) dan doa si pemungut cukai (Lukas 18:13), yaitu: “Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah kasihanilah aku orang berdosa ini” atau dalam bahasa Yunani: “Kyrie Iesou Khriste Hyos Ton Theon, eleyson me ton amartolon” (“Κύριε Ἰησοῦ Χριστέ, Υἱέ τοῦ Θεοῦ, ἐλέησόν με τὸν ἁμαρτωλόν“). Tradisi doa ini dijumpai pada para Bapa Padang Gurun, yaitu para pertapa eremit, pada tradisi monastisisme (kerahiban) di Mesir, Syria, Palestina sejak abad ke-2, walaupun pada mulanya rumusan doa ini tidak sistematis dan tidak sama/seragam. Di Gurun Sinai dan Gunung Athos, para monakhos/rahib memperkembangkan suatu sistem tafakur yang utuh dan luas dengan doa yang sederhana ini, dipraktekkan dengan keheningan yang mutlak. Di situlah Hesykhasme, yaitu suatu aliran spiritualitas dan Kekristenan esoteris di Gereja Timur (Gereja Orthodox) yang didasarkan atas hesykhia (keheningan, teduh-diam, senyap) sebagai sarana untuk menjadi terpusat pada persatuan dengan Allah dalam doa tak kunjung putus, mendapat bentuknya yang definitif dan kemudian tersebar ke semua daerah Orthodox. Doa Yesus ditemukan pada pusat dari segala spiritualitas hesykhasme. Doa Yesus terutama disebarluaskan oleh para pengikut Hesykhasme, yaitu kaum Hesykhast (Quietists) atau para rahib Cipto Hening (para Penghening). Pengaruh Hesykhasme antara lain disebarluaskan oleh sebuah buku yang dikenal dengan nama “Philokalia”. Doa Yesus disebut juga Doa Batin/Doa Hati/Doa Qolbu (“Noera Prosevkhee”; doa “Budi Rohani”) yang secara khusus menunjuk kepada “Doa Puja Yesus” dari Gereja Orthodox Timur. Doa Yesus ini didaraskan dengan tasbih Orthodox Timur yang dikenal sebagai “komboskini” (“Komboschoinia”; ”komvoschini”) yang terbuat dari wol hitam yang dipintal sebagai biji manik-maniknya.
Keistimewaan dan kekuatan Doa Yesus ini terletak pada pendarasan Nama Yesus, sebab dikatakan oleh Kitab Suci bahwa barangsiapa mengenal, melekat dan menyerukan pada nama Yesus akan diselamatkan dan dibentengi dari si jahat sebab namaNya ajaib, menyelamatkan, kudus dan dahsyat (Hakim-hakim 13:18; Kisah Rasul 2:21; Roma 10:13; Mazmur 91:14-16; 111:9). Allah yang Maha Adil dan Maha Mengetahui menjanjikan benteng dan perlindungan dari si jahat, yaitu iblis dan roh-roh jahatnya bagi siapa yang melekat-cinta padaNya: “Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya (dari si jahat dan segala hawa nafsunya), sebab ia mengenal nama-Ku. Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya (dari si jahat dengan segala hawa nafsu kemelekatan, keserakahan akan uang dan harta-benda) dan memuliakannya. Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari pada-Ku” (Mazmur 91:14-16).
Karena itu St. Theopan Sang Petapa (1815 - 1894) lebih lanjut mengatakan: “Doa Yesus serupa dengan doa lain apa pun, namun lebih kuat daripada semua doa lain berkat Nama Yesus Yang Mahakuasa, Tuhan dan Penyelamat kita. Kita perlu menyeru Nama ini dengan iman yang penuh dan teguh – dengan benar-benar yakin, bahwa Yesus hadir … Doa Yesus bukanlah semacam mantra. Dayanya berasal dari iman akan Tuhan, dan dari persatuan mendalam hati serta budi kita denganNya”
Yang Terberkati biarawati skhima Macaria (29 Mei 1926 – 6 Juni 1993) yang begitu melekat pada Yesus Kristus dengan mendaraskan seruan Doa Yesus karena kasihnya pada Tuhan, sampai-sampai mengatakan bahwa ”roh jahat sangat takut pada komboskini yang digunakan untuk mendaraskan Doa Yesus, seakan-akan sudah siap mencambuk mereka”.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Nama Yesus hanya merupakan sarana, yang harus membawa kita kepada Pribadi Yesus sendiri. Nama Yesus adalah Nama Inkarnasi dari Sang Firman yang Menjelma menjadi manusia, Sang Firman yang adalah satu Dzat Hakekat dengan Allah sendiri. Karena dalam penjelmaan Sang Firman menjadi manusia inilah seluruh pewahyuan Allah yang sempurna dinyatakan, maka dengan menyebut Nama Yesus dengan mendaraskannya dalam Doa Yesus, bukan hanya sekedar mengenang nama seorang manusia saja, namun terangkum di dalamnya seluruh Pribadi Allah yang dinyatakan melalui SabdaNya, serta karya Pewahyuan, Penebusan dan Penyelamatan yang dilakukan Allah melalui FirmanNya yang menjelma itu. Berarti menyebut Nama Yesus adalah mengingat segenap realita dan karya Ilahi sebagaimana yang sudah dinyatakan dan diwahyukan di dunia ini. Nama Yesus bukan diberikan oleh manusia, tetapi dianugerahkan oleh Allah sendiri melalui Santo Gabriel, Malaekat Agung, suatu nama yang akan menyelamatkan mengampuni umatNya dari dosa, sebab Nama itu adalah Nama Anak Allah, yaitu Sang Firman yang satu Dzat Hakekat dengan Allah sendiri yang sudah menjelma menjadi manusia. Jadi nama Yesus bukanlah bunyi kosong. Nama Yesus bukan hanya melambangkan yang ilahi yang ditunjuknya. Nama itu seringkali mengandung kekuatan, rahmat dan kehadiran yang ilahi itu. Doa Puja Yesus ini didaraskan dengan iman penuh percaya bahwa di dalam Nama Yesus itu ada kuasa, serta tak ada keselamatan di luar Nama itu. Dengan demikian bukan pada pengulangan berkali-kali bunyi rumusan doa ini yang menjadi concerned dari Doa Yesus, namun penghadiran ingatan akan Yesus yang terus-menerus dalam pikiran dan batin. Sehingga batin dan pikiran tak sempat diisi dengan fantasi-fantasi berdosa yang menuntun kepada dosa, termasuk nafsu serakah kemelekatan akan materi: uang dan harta dengan segala akibat yang mengikutinya seperti sudah dijelaskan di atas, namun batin dan pikiran hanya diisi oleh hadirat Allah di dalam Nama Yesus. Dan dalam hampir semua agama kuno terdapat kepercayaan bahwa siapapun yang mempunyai Nama Ilahi, ia juga mempunyai kekuatan yang terkandung dalam nama itu. Maka mereka yang menang dari nafsu kemelekatan, termasuk diantaranya kemelekatan uang dan materi, harta benda dan hanya melekat penuh iman pada Allah Sang Tritunggal Maha Kudus melalui Sang Firman Menjelma, Yesus Kristus, di dalam Roh Kudus, di situlah kelak kita akan dikaruniakan Nama Ilahi yaitu Nama Sang Pribadi Kekal itu sendiri sehingga kitapun boleh menyandang hidup kekal.
”Barangsiapa menang, ... padanya akan Kutuliskan nama Allah-Ku, nama kota Allah-Ku, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari Allah-Ku, dan nama-Ku yang baru” (Wahyu 3:12).
REFERENSI
1. ______________. Pengertian Sales, Salesman, atau Salesmanship. http://planetto.blogspot.com
2. Arkhimandrit Rm. Daniel Bambang Dwi Byantoro. Gereja Orthodox dan Ajaran-ajarannya (Materi Katekisasi). Aqidah Tentang Ke-Esa-an Allah (Tauhid). Jakarta. 1997.
3. Arkhimandrit Rm. Daniel Bambang Dwi Byantoro. Khotbah-Khotbah dari Negeri Seberang (Kumpulan Kotbah-kotbah Hari Minggu dan Hari-hari Perayaan Gereja Orthodox). Apa yang Kau Cari Wahai Manusia? Team Penyusun: USA, Jatim, Jateng, Riau, Jakarta, Epiphania 2003. Supervising Editor, Lay Out & Publisher: Romo Arkhimandrit Daniel BDB, Ph.D, Editors & Publishing Staffs: Br. Kyrillos J.S. & Sdr.Methodios T.K, Kompilator: Sdri. Artemia, Pemprakarsa Kompilasi: Br. Dionysios S.H. Hari Raya Epifania 2003.
4. Ev. Ronald A. H. Oroh, M.Div. “Theologi” Sukses, Penderitaan, dan Theologi Kenikmatan. December 13, 2008.
5. From Wikipedia, the free encyclopedia. Prosperity theology.
6. Hendri Yanto. Kontroversi seorang salesman atau salesgirl. http://ekonomi.kompasiana.com. 19 November 2010
Kemelekatan pada Uang dan Harta Melanda Gereja
Di Timur sudah lama disadari kalau kemelekatan adalah awal kemelaratan. Karena itulah dalam sebagian kearifan Timur, kemelekatan menjadi fokus spiritualitas, termasuk spiritualitas Kekristenan Orthodox Timur. Kemelekatan yang dimaksud di sini adalah kemelekatan pada uang dan harta, suatu cara hidup yang berfokus pada pemujaan dan bergelimang dengan berkat dan kemakmuran yang dipoles dengan slogan-jargon kesalehan Injil dan Iman pada permukaan hidup keagamaan.
Theologi Kemakmuran atau Doktrin Kemakmuran (bhs. Inggris: Prosperity Theology), yang kadang-kadang disebut pula Theologi Sukses, adalah doktrin yang mengajarkan bahwa kemakmuran dan sukses dalam bisnis adalah tanda-tanda eksternal bahwa yang bersangkutan dikasihi Allah. Kasih Allah ini diperoleh sebagai sesuatu takdir (predestinasi), atau diberikan sebagai ganjaran untuk doa atau jasa-jasa baik yang dibuat orang tersebut. Theologi Kemakmuran adalah bagian yang cukup umum dari televangelis dan beberapa denominasi gereja-gereja kontemporer yang mengklaim bahwa Allah menginginkan agar orang Kristen sukses dalam segala hal, khususnya dalam segi keuangan mereka.
“Theologi” sukses menjadi satu fenomena tersendiri yang sangat mempengaruhi Kekristenan sejak abad ke 20. Hampir tidak ada orang Kristen yang tidak dipengaruhi oleh “theologi” sukses. Bahkan yang menolak theologi inipun sering kali tanpa sadar ataupun secara sadar sebenarnya mempraktikkan dan mengakui teologi ini. Tapi harus menolaknya, karena merasa theologi ini bertentangan dengan doktrin dan pengajaran di gereja/alirannya.
Para penganjur dogma ini mengklaim bahwa tujuannya adalah untuk pekerjaan misi atau mendanai pemberitaan Injil di seluruh dunia. Ajaran mereka didasarkan pada beberapa ayat di Alkitab yang ditafsirkan secara tidak kontekstual, sempit dan dangkal dan salah satunya adalah Ulangan 8:18 yang mengatakan: "Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini." Doktrin itu digunakan oleh para pengajurnya untuk memetik keuntungan dari orang-orang yang dimotivasi untuk memberi persembahan uang dan harta benda lain, kolekte dan persepuluhan dalam jumlah besar atau bahwa fokus doktrin itu pada kekayaan materi adalah keliru. Kekayaan materi malah justru bisa membuat orang percaya jatuh ke dalam rasa cinta dan serakah akan uang dan harta.
Theologi Kemakmuran dan Salesman Injil
Berikut adalah definisi pengertian kata salesman dari berbagai sumber:
Salesman is a person engaged in selling either customers in a shop or to shops, taken from the pocket English Dictionary, page 912.
Salesman adalah penjual barang-barang, pedagang, diambil dari Kamus Inggris Indonesia oleh John M. Echols dan Hassan Shadily, page; 498
Sedangkan pengertian dalam Oxford Pocket Dictionary, page; 364. salesman is a person who sells goods.
Definisi kata Sales ini menurut [thefreedictionary.com] kamus online adalah: “A man who is employed to sell merchandise in store or in designated territory”
Bahasa Indonesianya kurang lebih seperti ini:
“Seorang pria yang digunakan untuk menjual barang dagangan di toko atau di wilayah yang ditunjuk”
Menurut Omend (menuju) Amd dalam Pengertian Sales, Salesman, atau Salesmanship, Salesman adalah sebuah profesi dimana seseorang yang kerjanya berkeliling ke rumah-rumah, sok ramah tamah dan berniat menjual produknya ke konsumen (yang dilakukan kadang dan tak jarang) dengan cara menghasut konsumen agar tertarik dan membeli produknya.
Doktrin theologi kemakmuran di atas sejalan dengan waktu akan membawa orang pada cara hidup memuja harta dan kenikmatan hidup jasmani. Akibat lebih lanjutnya dalam hal-hal rohani, seperti pelayanan gereja menjadi bertolok-ukur dan berfokuskan pada berkat-berkat jasmani, bukannya karena kasih akan Allah dan sesama. Ibadah, khotbah dan jenis pelayanan-pelayanan lain baru berjalan jika ada imbalannya berupa berkat-berkat baik berupa uang dan berkat-berkat lain yang mengikutinya. Maka tak heran jika pewartaan Injil bukan lagi menjadi panggilan dan kewajiban, tetapi menjadi salah satu profesi bisnis diantara profesi-profesi bisnis lainnya sebagaimana seorang salesman, yaitu salesman Injil yang berfokuskan pada target penjualan dan salary-komisi-insentif yang menguntungkan.
Salesman Injil=”teen psykheen sou apaitousin apo sou”,
”mereka akan menuntut jiwamu darimu”
Injil bukan diwartakan dengan cuma-cuma tapi Injil diperjual-belikan oleh para salesman Injil sebagaimana komoditi dalam dunia bisnis. Gereja menjadi ajang bisnis yang menjanjikan berkat-berkat kemakmuran yang menggiurkan dan melimpah! Padahal keselamatan diberitakan dan diberikan secara cuma-cuma: ”Hanya karena rahmat Allah saja yang diberikan dengan cuma-cuma, hubungan manusia dengan Allah menjadi baik kembali; caranya ialah: manusia dibebaskan (ditebus) oleh Kristus Yesus” (Roma 3:24). Para Rasul dan Gereja Purba pada abad-abad berikutnya mewartakan Injil dengan cuma-cuma: ”karena aku memberitakan Injil Allah kepada kamu dengan cuma-cuma?” (2 Korintus 11:7). Dan Tuhan Yesus sendiri memerintahkan: ”Pergilah dan beritakanlah ... Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma” (Matius 10:7,8). Keadaan ini makin membudaya sehingga tak terasa semangat hedonisme (pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup) dan materialisme (pemujaan atas harta-benda) merasuki kehidupan orang Kristen. Inilah cara hidup musyrik yang ditentang oleh Allah dan Kitab Suci, sebab uang dan harta benda menjadi segala-galanya sehingga cinta-kasih dan pelayanan bagi Allahpun bukan menjadi sesuatu yang menjadi prioritas utama dan sakral, tidak dilakukan dengan rasa gentar dan kasih yang tulus. Rasa takut akan Allah sudah tidak ada lagi, karena Tuhan satu-satunya hanya uang dan harta benda. Tempat bagi Allah sudah digantikan oleh nafsu kemelekatan pada Mamon uang dan harta benda. Inilah bentuk pemujaan berhala modern dalam kekristenan, yaitu salah satu bentuk kemusyrikan (menyekutukan Allah dengan memuja uang dan harta benda).
Tauhid adalah Ajaran Pokok atau Hukum yang Terutama
Kata “Tauhid“, artinya “keesaan Allah“ [bhs. Arab: توحيد (“Tawhid” ; ”ke-Esa-an”)]. Sedang “Tauhidiah“ adalah “mengenai keesaan Allah“. Bersama dengan agama sebelumnya: Yahudi, dan agama sesudahnya: Islam, Iman Kristen Orthodox adalah keyakinan yang berlandaskan Tauhid (Keesaan Allah). Berdasarkan kebenaran yang paling mendasar dari pengakuan Kristiani tentang Tauhid inilah segenap ajaran Kristen berpangkal. Mengenai keyakinan akan Tauhid ini Alkitab tanpa ragu ragu lagi menyuarakan suara serentak dengan lantang. Sebagaimana dikatakan dalam ayat-ayat berikut ini:
Jawab Yesus: ”Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada Hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.” Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: ”Tepat sekali ,Guru, benar kataMu itu, bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia (Markus 12:29-32).
Pernyataan Yesus yang tegas tentang keesaan Allah ini, diambil dari Syahadat Yahudi yang disebut “shema“ ["shema yisrael Adonai elohanu Adonai echad"; "Hear, Israel, Yhwh is our God, Yhwh is one" (Ulangan 6:4)], untuk menunjukkan bahwa Yesus datang bukan untuk menggantikan atau menyingkirkan pengajaran Taurat (Torah) dan para Nabi sebelumnya, namun untuk meneguhkan dan menegaskannya. Dengan demikian pengakuan akan Tauhid ini adalah merupakan ajaran pokok atau “Hukum yang terutama” menurut Yesus Kristus, baik dalam Taurat dan kitab para Nabi ataupun dalam ajaran Isa Almasih (Yesus Kristus) sendiri. Seiring dengan ajaran Almasih mengenai Tauhid ini, Alkitab secara keseluruhan memang memberitakan fakta keesaan Allah ini, misalnya: Ulangan 6:4; Yesaya 45:5-6; Matius 4:10; Yohanes 17:3; Roma 3:10; I Korintus 8:4; 6; Galatia 3:20; Efesus 4:6; I Timotius 2:5; Yakobus 2:19; Yudas 25. Jadi Tauhid Ini adalah kebenaran mutlak yang harus diyakini sepenuhnya dalam agama Kristen. Inilah agama Monolatreia (monolatry): ”worship of a single, "jealous" God”; Latreia adalah kebaktian dalam arti penyembahan yang hanya semata-mata ditujukan pada Allah.
Tuntutan Tauhid
Pengakuan akan keesaan Allah meskipun merupakan landasan fundamental bagi agama dan iman yang benar, belumlah cukup pada dirinya sendiri, sebelum kita mengerti secara benar tuntutan apa yang diminta dari pengakuan semacam ini. Sebab Iblispun mengakui akan Tauhid, namun dia tak bersikap me-Tauhid-kan Allah, sehingga Tauhidnya Iblis itu tak membawa dia ke dalam pengampunan Ilahi, sebagaimana yang dikatakan : “Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.” (Yakobus 2:19)
Yang hendak ditegaskan oleh ayat ini adalah bahwa, memang pengakuan akan Tauhid itu baik pada dirinya sendiri, namun setan-setanpun percaya akan kebenaran fundamental ini dan mereka takut, tetapi kepercayaan mereka akan tauhid ini tidak membawa setan-setan itu kepada pengampunan Ilahi dan keselamatan kekal. Berarti ada pengakuan yang salah dan tidak tepat akan Tauhid ini. Jadi ada tuntutan kongkrit agar Tauhid itu bersifat murni dan tak terkotori oleh yang musyrik (menyekutukan Allah, Polytheisme). Mengakui, percaya bahwa Allah itu Esa belumlah cukup sebelum kita berniat untuk meng-Esa-kan atau me-Tauhid-kan Allah dalam sikap hidup kita.
Tauhid versus Musyrik
”Musyrik” adalah keyakinan serta sikap hati dan ibadah yang membuat sekutu dan tandingan bagi Allah, sehingga dengan demikian keesaan Allah dalam keilahianNya (Tauhid Ilahiah), dalam kepenguasaanNya (Tauhid Rububiyah), dan dalam Ibadah kepadaNya (Tauhid Ubudiyah) mengalami pengrusakan dan perongrongan.
Sikap musyrik ini sangat membahayakan bagi keselamatan manusia sehingga diancam: ”Apabila kamu...beribadah kepada ilah asing, maka Ia akan berbalik dari padamu...serta membinasakan kamu...” (Yosua 24:20). Juga tertulis: “Perbuatan daging telah nyata, yaitu....penyembahan berhala...barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam kerajaan Allah” (Galatia 5:19-20).
Karena demikian beratnya ancaman yang diberikan bagi para Musyrikin (orang-orang yang melakukan tindakan musyrik), adalah sangat penting bagi kita mengerti apa-apa yang dapat dikatakan sebagai musyrik itu, dan dengan mengetahuinya kita dapat menjauhkan diri daripadanya serta memurnikan diri kita dari kemusyrikan untuk menegakkan serta memurnikan tauhid itu dalam hidup kita.
Macam-macam bentuk kemusyrikan diantaranya:
1. Penyembahan kepada benda wadhag, yaitu patung-patung atau gambar yang disamakan dengan Ilah dan disujud-sembahi (diibadahi).
2. Memuja Malaikat, termasuk para iblis yang menyamar sebagai malaikat terang
3. Memuja pemimpin agama
4. Memuja uang dan harta benda
5. Memuja hawa nafsu
Di bawah ini kita akan membahas salah satu bentuk musyrik, yaitu Memuja uang dan harta benda.
Memuja Uang dan Harta Benda
Memuja Harta Benda termasuk salah satu dari lima bentuk kemusyrikan di atas yang tak kalah pentingnya yang ditentang Kitab Suci. Dalam 3 bentuk kemusyrikan yang pertama yaitu penyembahan kepada benda wadhag, Memuja Malaikat, Memuja Pemimpin Agama, penekanan diletakkan pada bentuk keyakinan yang salah arah akan hal-hal yang bersifat Adi-Kodrati. Sedangkan bentuk kemusyrikan memuja harta benda dan hawa nafsu adalah tumpuan harap yang salah arah dalam sifat akhlak manusia. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan, selalu mengharapkan untuk memuja sesuatu. Jika bukan Allah yang benar yang disembah, maka makhluk akan menjadi gantinya disembah manusia, sebagaimana dikatakan: “Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya, yang harus dipuji selama-lamanya, amin“ (Roma 1:25)
Diantara benda ciptaan (makhluk) yang mudah menjadi tumpuan harap atau pemujaan manusia adalah uang dan harta benda. Almasih mengajarkan: “Jangan kamu mengumpulkan harta di bumi...Karena hartamu berada, disitu juga hatimu berada...Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan...Kamu tak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon. (harta benda, kekayaan, uang)” (Matius 6:19,21,24). Dan sekali lagi Sang Kristus bersabda: “Dan jikalau kamu tidak setia pada harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri? Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan...Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon. Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu...” (Lukas 16:12-14)
Dari pengajaran Almasih ini, jelas dinyatakan bahwa mengumpulkan uang dan harta sebagai tumpuan harap dan sebagai pujaan atau kemelekatan adalah merupakan perbuatan musyrik, karena merupakan penyembahan kepada makhluk, sehingga uang dan harta benda itu menjadi tuan atau sesembahan disamping Allah, dan manusia menjadi hamba dari harta, atau hamba dari uang. Mamon atau harta benda menjadi tandingan Allah dalam hidup manusia yang seperti itu. Manusia yang seharusnya hanya bertuankan Allah dan menjadi abdi dan hambaNya, sekarang bertuankan Mamon (harta) dan menjadi hamba dari harta dan uang itu. Itulah sebabnya Kitab Suci memberi peringatan sebagai berikut: “Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari Iman...” (I Timotius 6:10). Seruan peringatan lainnya mengatakan: “Peringatkanlah kepada orang-orang ... jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah...” (I Timotius 6:17).
Terlekat dan Cinta pada Uang dan Harta = Penyembahan Berhala
Uang dan Harta dapat membuat orang menyimpang dari iman, dan harta serta kekayaan dapat menjadi tumpuan harap sebagai tandingan Allah, atau bahkan pengganti Allah. Itulah sebabnya tamak akan harta atau keserakahan itu dikatagorikan sama dengan penyembahan berhala: “Karena itu matikanlah dalam dirimu... keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah...” (Kolose 3:5-6)
Dan karena terlekat-cinta pada uang dan harta itu disamakan dengan penyembahan berhala, maka kepada seorang muda yang kaya yang merasa dirinya cukup beragama, namun hatinya terlekat pada hartanya Yesus Kristus mengatakan:“...Jikalau kamu hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin. maka engkau akan beroleh harta di sorga... mendengar perkataan itu pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya...sukar sekali bagi orang kaya untuk masuk dalam Kerajaan Sorga...” (Matius 19:21-23)
Hidup beragama menjadi bubar hanya karena sayangnya pada uang dan harta, lebih dari pada sayang kepada orang miskin maupun harta di Sorga. Dia merasa sedih kehilangan harta, sebab harta itu menjadi ilah baginya, padahal: ”Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” (Keluaran 20:3). Bagi si orang kaya menyembah dan membaktikan dirinya hanya bagi harta materinya, padahal Tuhan Yesus mengingatkan: "Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (Matius 4:10; Lukas 4:8).
Itulah sebabnya orang kaya seperti ini memang dikatakan sukar masuk ke dalam Kerajaan Sorga, karena sesembahannya bukanlah Allah, namun berhala uang dan harta yaitu keserakahannya sendiri. Maka murka Allahlah yang akan diterimanya, bukan KerajaanNya. Untuk itulah dengan tegas Almasih memberi peringatan yang sangat tajam akan ketamakan itu: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun orang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung dari pada kekayaannya itu” (Lukas 12:15)
Akhirnya peringatan Nabi Kudus Musa (bhs. Ibrani: מֹשֶׁה, Modern: Moshe; bhs. Arab: موسىٰ, Mūsa) atau juga dipanggil Moshe Rabbenu (רַבֵּנוּ מֹשֶׁה, "Musa Sang Guru/Rabbi"), Pemberi Hukum dan Pelihat Allah (kira-kira tahun 1531 M.) tetap relevan untuk mereka yang menjadikan uang dan harta benda menjadi pusat hidup, berhala-berhala modern, yaitu allah lain, ilah-ilah zaman ini: ”Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk: berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan kutuk, jika kamu tidak mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, dan menyimpang dari jalan yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal” (Ulangan 11:26 -28).
Akibat Keserakahan Uang dan Harta Benda (1): Menyimpang dari Iman, Kejahatan dan Penyembahan Berhala
Kitab Suci mengingatkan bahwa cinta akan uang dan harta adalah sumber segala kejahatan yang mendatangkan kebinasaan. Mengapa cinta dan serakah akan uang dan harta bisa membinasakan?
Keserakahan akan uang dan harta benda sehingga mengejar kekayaan dengan segala macam cara mempunyai efek negatif bagi kehidupan iman, dengan akibat mengancam keselamatan jiwanya sendiri maupun keselamatan jiwa orang lain. Karena keserakahan dan haus akan uang dan harta inilah, orang ini tidak akan pernah puas dengan kekayaan yang sudah didapatkannya. Ia akan mengejar uang dan harta lebih lagi.
”Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya”(Pengkhotbah 5:9). Karena mengejar uang-harta secara lebih lagi, maka ini akan menjadi –isme dalam hidupnya sehingga ia menjadi penganut faham hedonisme dan materialisme. Inilah cara hidup yang bisa membuat setiap orang terjatuh dalam pencobaan dan jerat hawa nafsu, termasuk orang Kristen. Dan jika jerat ini sudah begitu erat mengikat orang Kristen, maka kejahatanlah yang mulai dirancang dalam hati seseorang. Bagi orang beriman dan aktif dalam lingkungan pelayanan gereja, maka ikatan jerat hawa nafsu keserakahan akan uang dan harta ini akan mulai membuat imannya menyimpang. ”Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman (sampai membuat ajaran-ajaran palsu-menyesatkan, memanipulasi umat, melayani dan berkhotah karena mengejar uang persembahan-persepuluhan) dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka” (1 Timotius 6:9-10).
Seperti ayat di atas, inilah awal kejahatan dan kesesatan yang membinasakan bagi dirinya, maupun orang lain jika ajaran –isme cinta-melekat pada uang-harta ini mulai disebar-wartakan, sehingga mereka memalingkan telinga dari kebenaran dengan membuka diri dan membuat doktrin-doktrin palsu sesat penuh takhayul, dongeng nenek-nenek tua dan dongeng-dongeng isapan jempol (1 Timotius 4:7; 2 Timotius 4:4; 2 Petrus 1:16). Orang-orang semacam ini memalingkan telinga dari kebenaran Injil karena telah dibutakan oleh ilah zaman ini yaitu uang dan harta-benda: ”yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah” (2 Korintus 4:4).
Demikianlah sebenarnya, masih banyak lagi bukti-bukti dari Kitab Suci yang menunjukkan bahwa harta-benda dan kekayaan itu dapat menyimpangkan iman manusia kepada kemusyrikan, dengan menjadikannya sebagai tumpuan harap dan sebagai tandingan atau pengganti Allah sendiri.
Akibat Keserakahan Uang dan Harta Benda (2): Jiwa Diseret Roh-roh Jahat
Seperti dikatakan di atas, cinta dan serakah akan uang dan harta bagi Allah dikatagorikan sama dengan penyembahan berhala (Kolose 3:5-6). Dan ada hubungan antara berhala apapun bentuknya dengan Iblis dan segala roh jahatnya. Seperti kita ketahui, patung berhala dan arca pada dirinya sendiri memang hampa dan tidak ada realitanya, namun karena itu penyembahan kepada yang dusta, maka ”bapa segala dusta” (Yohanes 8:44) yaitu: Iblis dan segala roh jahatnya (I Korintus 10:19-20) menggunakan kesempatan itu untuk makin menipu dan menyesatkan manusia. Maka penyembahan berhala modern, yaitu keserakahan dan kemelekatan pada uang dan harta inipun akan berhubungan dengan Iblis dan segala roh jahatnya dengan efek yang lebih mengerikan pada akhir hidup seseorang.
Keserakahan dan kemelekatan pada uang dan harta yang sama dengan penyembahan berhala ini adalah kemusyrikan yang ditentang dan dibenci oleh Allah dan mendatangkan hukuman kebinasaan bagi pelakunya (Yosua 24:20; Galatia 5:19-20). Seperti disebutkan di atas, roh-roh jahat juga ikut berperan dalam kebinasaan yang lebih mengerikan lagi. Roh-roh jahat juga akan menyeret jiwa orang masuk ke tempat siksa kekal karena berhala uang-harta yaitu keserakahan akan uang dan harta benda. Dalam Kisah Orang Kaya yang Bodoh di injil Lukas 12:20, Kitab Suci menegur si orang kaya yang menumpukan hidupnya pada harta benda:
”Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kau sediakan, untuk siapakah itu nanti?” (Alkitab Bahasa Indonesia Terjemahan Baru)
”Tetapi firman Allah kepadanya: Hai bodoh, bahwa malam ini juga nyawamu akan dituntut daripadamu; maka barang yang engkau sudah sediakan itu menjadi hak siapakah?” (Alkitab terjemahan lama)
”Namun, Allah berkata kepadanya: Hai orang bodoh, pada malam ini mereka menuntut jiwamu dari padamu, dan akan menjadi milik siapakah apa yang telah engkau persiapkan?” (Alkitab MILT)
ειπεν (eipen) δε (de) ο αυτω (autO) ο (ho) θεος (theos) αφρον (aphron) ταυτη (tautE) τη (tE) νυκτι (nukti) την (tEn; teen = the) ψ υ χην (psuchEn; psykheen = soul = jiwa) σου (sou = of you = mu) απαιτουσιν (apaitousin = they are from requesting = they are demanding = mereka meminta; mereka menuntut) απο (apo = from = dari) σου (sou = you = mu) α (ha) δε (de) ητοιμασας (hEtoimasas) τινι (tini) εσται (estai) (Robinson/Pierpont Byzantine Greek New Testament with Strong’s Numbers)
Mengapa si orang serakah akan uang dan harta ini disebut “bodoh”? Karena meskipun uang dan harta bisa ditimbun, ditabung, diinvestasikan untuk bertahun-tahun lamanya, namun jiwa itu tak selalu dapat ikut bertahan sampai bertahun-tahun lamanya. Karena jika orang materialistis yang serakah ini sewaktu-waktu harus meninggalkan dunia ini, harta bendanya tak dapat dibawa menyeberang ke alam baka dan tidak tahu siapa yang akan mewarisi. Dia berpikir bahwa uang, harta benda dan kekayaan jasmani itulah yang membuat jiwa beristirahat, makan-minum dan bersenang-senang Lukas (12:19). Padahal istirahatnya jiwa, kesenangan jiwa itu bukan terletak pada banyaknya berkat jasmani, uang dan harta, serta jiwa itu tak memerlukan makan dan minum untuk dapat bersenang-senang. Inilah kebodohan yang nyata dari manusia yang mengacaukan dan tidak bisa membedakan kebutuhan jiwa dengan kebutuhan jasmani. Orang-orang macam ini walaupun dianggap sukses, kaya, makmur, penuh berkat melimpah dimata manusia (karenanya layak menyandang gelar orang beriman yang dikasihi, diberkati Allah karena posisinya sebagai anak raja), namun ternyata ”bodoh” dan ”tidak kaya dihadapan Allah” (12:20, 21). Dia tidak kaya dihadapan Allah, yaitu tidak kaya secara rohani, sebab hatinya tak pernah diisi dengan hal-hal ilahi, karena pusat dan fokus kehidupannya hanyalah dalam hal bagaimana makin menumpuk uang-harta yang fana itu (melalui pelayanan gereja) agar ia dapat memuaskan keinginan hawa nafsunya serta membeli kenikmatan jasmaniah dengan uang dan hartanya itu, walaupun ini dilakukan dengan slogan-jargon Kristiani ”berkat” dan ”iman”.
Kekayaan itu justru dapat menjadi pemiskinan pribadi dan pemiskinan jiwa. Dan yang lebih mengerikan lagi, dikatakan: ”jiwamu akan diambil dari padamu”, dalam teks asli bahasa Yunani tertulis: την ψυχην σου απαιτουσιν απο σου (”teen psykheen sou apaitousin apo sou”), yang artinya: ”mereka akan menuntut jiwamu darimu”. Kata ”mereka” pasti bukanlah para malaikat, sebab pekerjaan malaikat bukanlah penuntut jiwa atau pencabut nyawa. Dalam Kekristenan tidak ada malaikat penuntut atau pencabut nyawa, malahan yang ada adalah malaikat yang mengantar jiwa waktu kematiannya (Lukas 16:22), malaikat yang melayani Allah bagi pemeliharaan dunia ini diberi tugas masing - masing untuk berkuasa atas air (Wahyu 16:5), malaikat yang menguasai api (Wahyu 14:18), ada malaikat yang menjaga sejarah bangsa-bangsa (Daniel 10:12-14), ada malaikat pelindung anak-anak (Matius 18:10), ada malaikat Petrus (Malaikat pelindung manusia biasa) (Kisah Rasul 12:15). Tugas para malaikat ini karena tujuan mereka diciptakan adalah untuk melayani Allah dan untuk melayani manusia yang diselamatkan (Wahyu 19:10; Ibrani 1:4), bukannya mencabut nyawa. Jadi kata ”mereka” dalam Lukas 12:20 ini adalah ”roh-roh jahat” yang akan menuntut jiwa itu dan menyeretnya ke dalam tempat siksa di Tartarus. Jadi Injil Lukas 12:20 ini berdasarkan teks aslinya berbunyi sebagai berikut: ”Tetapi firman Allah kepadanya: Hai bodoh, bahwa malam ini juga ”mereka (”roh-roh jahat”) akan menuntut jiwamu darimu”; maka barang yang engkau sudah sediakan itu menjadi milik siapakah?” Bukankah ini miskin yang semiskin-miskinnya. Harta sudah tak punya, karena orang mati tak dapat membawa hartanya, malahan jiwanya sendiripun dituntut dan diseret roh jahat pula ke dalam siksa kekal.
Cara-cara Melawan Kemelekatan pada Uang dan Harta Benda
Mengapa kemelekatan pada uang dan harta benda ini harus dilawan dengan sekuat tenaga? St. Paulus dari Tarsus, Sang Rasul (bhs. Yunani Kuno: Σαούλ (Saul), Σαῦλος (Saulos), dan Παῦλος (Paulos); bhs.Ibrani: שאול התרסי Šaul HaTarsi (Saul dari Tarsus) (kira-kira 5 - 67) menasehatkan, ketika seseorang menjadi percaya akan Kristus, hendaklah ia penuh dengan Roh Kudus (Efesus 5:18). Dan salah satu buah Roh karena percaya akan Kristus dan penuh dengan Roh ini ialah ”penguasaan diri” (Galatia 5:22-23). Penguasaan diri yang dimaksud adalah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya, termasuk keinginan serakah akan uang dan harta. Orang dengan buah Roh, yang diantaranya penguasaan diri yaitu dengan menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya inilah yang berhak disebut sudah menjadi milik Kristus Yesus (Galatia 5:24). ”Tetapi buah Roh ialah: ... , penguasaan diri. ... Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya” (Galatia 5:22-24).
Bahkan Rasul Petrus (Bhs. Yunani: Πέτρος, Pétros, "batu karang"; kira-kira 1 SM – 67 M), kadang-kadang dipanggil Simon Kefas (Bhs. Yunani: Σιμων Κηφᾶς, Symōn Kēphas; bhs. Aramaik: Šimʕōn Kêfâ; bhs. Syriac: ܫܡܥܘܢ ܟܐܦܐ, Sëmʕān Kêfâ) menekankan pentingnya kesungguhan dan tekad untuk menambahkan pada iman Kristen kita yaitu penguasaan diri. Jika penguasaan diri ini tercapai barulah kita disebut orang Kristen yang berhasil dalam pengenalan kita akan Yesus Kristus, Tuhan kita. ”Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri .... Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita” (2 Petrus 1:5-8).
Jadi demi penguasaan diri, yaitu menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya, termasuk keinginan serakah-melekat pada uang dan harta inilah maka kita harus melawan kemelekatan ini. Kitab Suci memberi pemecahan dan pengajaran bagaimana kita dapat menyucikan harta milik kekayaan kita itu agar bukan menjadi tandingan dan pengganti Allah serta tak menuntun kita kepada kemusyrikan yang mendatangkan murka Allah itu. “Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu” (Amsal 3:9)
Karena harta itu juga benda ciptaan milik Allah, maka itupun harus tunduk kepada Allah (bukannya hidup dalam keserakahan dan kemelekatan akan uang dan harta, hingga melakukan manipulasi-manipulasi rohani dalam pelayanan demi uang), maka satu-satunya jalan agar manusia tidak jatuh dalam kemusyrikan melalui harta miliknya, adalah mengabdikan dan menghambakan uang dan harta tadi kepada Allah dengan menggunakannya untuk kemuliaan Allah. Dengan cara itu sajalah uang dan harta iitu menjadi suci dari beban kemusyrikan dan noda pemberhalaan. Sedangkan bagaimana kita memuliakan Allah dengan uang-harta dan menghambakan uang-harta kepada Allah itu dijelaskan demikian : “Ikatlah persahabatan (lakukan perbuatan-perbuatan baik, saleh dan bajik semacam persahabatan itu) dengan mempergunakan Mamon (melalui harta kekayaan yang engkau miliki) yang tidak jujur (yang tidak tetap dan selalu berubah keadaannya), supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong (supaya jika harta kekayaan itu sudah tidak berfungsi dan tak kau butuhkan lagi, terutama pada saat kau mati) kamu diterima dalam kemah abadi (Sorgalah sebagai ganti kekayaan itu)” (Lukas 16:9).
Berdasarkan Lukas 16:9, secara konkrit cara-cara untuk melawan kemelekatan pada uang dan harta dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik, saleh dan kebajikan adalah dengan cara memberi makan orang yang kelaparan, memberi minum pada orang yang kehausan, memberi tumpangan orang yang terasing, memberi pakaian orang yang telanjang, melawat orang yang sakit, mengunjungi orang yang terpenjara (Matius 25:-40), singkat kata segala perbuatan yang bajik untuk kemanusiaan demi mengangkat dan menolong kehinaan si papa dengan menggunakan harta milik kita yang dilandasi iman kepada Kristus. Ini adalah bersedekah dan berbuat baik secara umum kepada “saudara yang paling hina” (segenap manusia papa dan sengsara di dunia ini). Itu adalah cara kita mengabdikan dan menghambakan harta kita atau milik kita kepada Allah dan memuliakanNya. Karena segala sesuatu yang kita lakukan itu dikatakan oleh Almasih sebagai melakukan untuk Dia sendiri. Selain hal-hal di atas cara yang lain untuk memerangi kemelekatan pada uang dan harta adalah dengan cara praktek zakat (perpuluhan) sesuai dengan perintah Yesus Kristus sendiri: “Celakalah kamu hai ahli-ahli Taurat dan orang Farisi, hai kamu orang orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan yaitu: keadilah dan belas-kasihan dan kesetiaan. Yang satu (persepuluhan) harus dilakukan dan yang lain (keadilan, belas-kasihan dan kesetiaan) jangan diabaikan” (Matius 23:23)
Menurut Almasih zakat dari sepersepuluhan dari penghasilan kita itu adalah sesuatu yang harus dilakukan, namun harus dilakukan dengan segala kerendahan hati, keadilan, belas-kasihan, dan kesetiaan. Dengan kita memberi zakat sepersepuluhan dari penghasilan kita, kita telah menyucikan harta milik kita itu dari noda kemusyrikan, ketamakan, dan keserakahan. Jadilah harta milik itu suatu berkat yang memuliakan Allah.
Senada dengan ayat-ayat di atas, maka kemelekatan seseorang pada uang-harta benda haruslah digantikan dengan kemelekatan pada Sang Bapa, Allah yang Esa (1 Korintus 8:6), yaitu Allah Sang Tritunggal Kudus (keberadaan yang ada di dalam diri Allah yang Esa yang sejak kekal memiliki “Firman” dan “Roh” yang berada satu di dalam Dzat-Hakekat Allah yang Esa itu; sebab Allah tanpa memiliki Firman adalah Allah yang bisu dan Allah tanpa memiliki RohNya adalah Allah yang mati) yaitu, Sang Bapa (Allah yang Esa), Sang Putera (Firman Allah), dan Sang Roh Kudus (Roh Allah), suatu kemelekatan pada Allah Sang Khalik melalui Firman yang menjadi manusia yang begitu nyata dalam hidup ini, yaitu Yesus Kristus, sebagaimana yang dilakukan juga oleh Rasul Paulus: ”Karena bagiku hidup adalah Kristus ...” (Filipi 1:21). Paulus tidak melekat pada segala sesuatu, termasuk uang dan harta yang bahkan dianggapnya sebagai sampah. Semuanya itu dilakukan supaya memperoleh dan hidup melekat pada Kristus. ”Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus ” (Filipi 3:8).
Karena tidak melekat pada segala sesuatu (termasuk pada uang dan harta) kecuali pada Allah yang Esa yang kita kenal di dalam Kristus Yesus itulah, sang Rasul kembali menasehati kita: ”Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu (cinta, keserakahan, kemelekatan pada uang dan harta benda), kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan” (1 Timotius 6:9-11). Rasul Paulus memberi wejangan saleh itu karena dia mengetahui bahwa rahasia hidup kekal adalah mengenal dan melekat pada Tuhan Yesus Kristus, Firman Allah menjelma yang adalah Allah dan tidak melekat pada segala sesuatu termasuk materi, uang dan harta-benda: ”Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus ” (Yohanes 17:3).
Jadi berdasarkan ayat-ayat di atas, menurut Rasul Paulus cara melekat pada Tuhan Yesus adalah dengan cara mengejar, berbuat, melakukan cara-cara hidup yang menjunjung dan mendukung keadilan, ibadah dengan tulus, gentar dan takut akan Allah, penuh kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan terhadap Allah dan sesama. Bukannnya cara hidup yang mengejar, berbuat, melakukan cara-cara hidup yang menjunjung dan mendukung keserakahan akan uang dan harta, bukannya ibadah dengan tujuan tidak tulus, tidak takut akan Allah, hanya setia, kasih, sabar dan lembut jika pelayanan mendatangkan keuntungan secara materi.
Melawan Segala Kemelekatan dalam Tradisi Gereja Orthodox: Doa Yesus
Kitab Suci dan Gereja Orthodox Timur yang merupakan kesinambungan tanpa putus dengan Gereja Perjanjian Baru dan Gereja Purba, karena mengetahui bahaya-bahaya kemelekatan akan uang dan harta bagi keselamatan jiwa, selalu mengajarkan hidup mengosongkan - merendahkan diri, menyangkal diri, lepas tidak melekat pada uang-harta, agar bisa melekat pada Allah Sang Sumber Hidup Kekal yang Sejati. Hal ini bisa dilihat jelas seperti yang diteladankan oleh Yesus Kristus yang telah mengosongkan diri-Nya sendiri sampai mati di kayu salib (Filipi 2:7), ini senada dengan bunda Maria yang menyadari dirinya hanya seorang hamba sehingga terkenal dengan kata-kata ”fiat”-nya (Lukas 1:38), juga Rasul Paulus yang telah melepaskan semuanya yang dulu dianggap merupakan keuntungan dan menganggapnya sampah, demi memperoleh Kristus (Filipi 3:8), begitu juga para rasul lain, para orang kudus dan para martir yang tidak menyayangkan posisi dan prestasi duniawinya, bahkan nyawanya sekalipun. Itu semua mereka lakukan karena mereka telah menemukan harta kekayaan yang tidak dapat lapuk dan rusak yang sampai pada kehidupan kekal yaitu harta milik Allah yang ”kaya dengan rahmat” (Efesus 2:4), yaitu ”kekayaan kasih karuniaNya” (Efesus 2:7). Inilah kekayaan - keselamatan kekal (bukannya kekayaan uang-harta yang dikejar-kejar dengan keserakahan dan kemelekatan, padahal semuanya ini bersifat tidak kekal) yang menghidupkan dengan cara manunggal-melekat bersama Kristus (Efesus 2:5). Ini semua bisa diraih hanya dengan melekat-manunggal dengan Allah, sumber segala rahmat di dalam Kristus Yesus (1 Petrus 5:10).
Jika pada seseorang melekat penuh keserakahan pada uang dan harta, maka roh-roh jahat pada akhir hidup orang itu akan menyeretnya pada kebinasaan kekal di Tartarus. Hal sebaliknya kehidupan kekal diberikan pada seseorang yang melekat-manunggal pada Allah Yang Esa, yaitu Sang Bapa [...bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa... (1 Korintus 8:6)], Sang Sumber Kehidupan Kekal itu melalui FirmanNya (yang berada satu di dalam Dzat-Hakekat Bapa yang satu itu, karenanya pasti satu Dzat hakekat (satu essensi) dengan Allah Sang Bapa) yang sudah menjadi manusia, yaitu Tuhan Yesus Kristus, yang dikerjakan oleh Roh Allah [yang “keluar dari Bapa” (Yohanes 15:26), yang juga berarti berada satu di dalam Dzat-Hakekat Bapa bersama Firman Allah sendiri], yaitu Roh Kudus Sang Pemberi Hidup. Dalam Gereja Timur yang Orthodox, salah satu cara panunggalan-melekat ini dilakukan dengan melalui menyerukan Nama Sang Firman Menjelma yaitu Yesus Kristus melalui Doa Yesus.
Doa Yesus berasal dari Perjanjian Baru dan mempunyai tradisi penggunaan yang lama sekali. Doa Yesus bersandarkan pada nasehat St. Paulus Sang Rasul untuk Kaum Goyim (Bangsa non Yahudi), untuk berdoa tak kunjung putus: “Berdoalah tak kunjung putus” (“pray without ceasing”) (I Tesalonika 5:17)dan juga atas anjuran Tuhan Yesus sendiri pada para muridNya: "Waspadalah dan berdoalah tak henti-hentinya …” (Lukas 21:36). Rumusan doa ini berdasarkan seruan si buta di Yerikho (Lukas 18:38) dan doa si pemungut cukai (Lukas 18:13), yaitu: “Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah kasihanilah aku orang berdosa ini” atau dalam bahasa Yunani: “Kyrie Iesou Khriste Hyos Ton Theon, eleyson me ton amartolon” (“Κύριε Ἰησοῦ Χριστέ, Υἱέ τοῦ Θεοῦ, ἐλέησόν με τὸν ἁμαρτωλόν“). Tradisi doa ini dijumpai pada para Bapa Padang Gurun, yaitu para pertapa eremit, pada tradisi monastisisme (kerahiban) di Mesir, Syria, Palestina sejak abad ke-2, walaupun pada mulanya rumusan doa ini tidak sistematis dan tidak sama/seragam. Di Gurun Sinai dan Gunung Athos, para monakhos/rahib memperkembangkan suatu sistem tafakur yang utuh dan luas dengan doa yang sederhana ini, dipraktekkan dengan keheningan yang mutlak. Di situlah Hesykhasme, yaitu suatu aliran spiritualitas dan Kekristenan esoteris di Gereja Timur (Gereja Orthodox) yang didasarkan atas hesykhia (keheningan, teduh-diam, senyap) sebagai sarana untuk menjadi terpusat pada persatuan dengan Allah dalam doa tak kunjung putus, mendapat bentuknya yang definitif dan kemudian tersebar ke semua daerah Orthodox. Doa Yesus ditemukan pada pusat dari segala spiritualitas hesykhasme. Doa Yesus terutama disebarluaskan oleh para pengikut Hesykhasme, yaitu kaum Hesykhast (Quietists) atau para rahib Cipto Hening (para Penghening). Pengaruh Hesykhasme antara lain disebarluaskan oleh sebuah buku yang dikenal dengan nama “Philokalia”. Doa Yesus disebut juga Doa Batin/Doa Hati/Doa Qolbu (“Noera Prosevkhee”; doa “Budi Rohani”) yang secara khusus menunjuk kepada “Doa Puja Yesus” dari Gereja Orthodox Timur. Doa Yesus ini didaraskan dengan tasbih Orthodox Timur yang dikenal sebagai “komboskini” (“Komboschoinia”; ”komvoschini”) yang terbuat dari wol hitam yang dipintal sebagai biji manik-maniknya.
Keistimewaan dan kekuatan Doa Yesus ini terletak pada pendarasan Nama Yesus, sebab dikatakan oleh Kitab Suci bahwa barangsiapa mengenal, melekat dan menyerukan pada nama Yesus akan diselamatkan dan dibentengi dari si jahat sebab namaNya ajaib, menyelamatkan, kudus dan dahsyat (Hakim-hakim 13:18; Kisah Rasul 2:21; Roma 10:13; Mazmur 91:14-16; 111:9). Allah yang Maha Adil dan Maha Mengetahui menjanjikan benteng dan perlindungan dari si jahat, yaitu iblis dan roh-roh jahatnya bagi siapa yang melekat-cinta padaNya: “Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya (dari si jahat dan segala hawa nafsunya), sebab ia mengenal nama-Ku. Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya (dari si jahat dengan segala hawa nafsu kemelekatan, keserakahan akan uang dan harta-benda) dan memuliakannya. Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari pada-Ku” (Mazmur 91:14-16).
Karena itu St. Theopan Sang Petapa (1815 - 1894) lebih lanjut mengatakan: “Doa Yesus serupa dengan doa lain apa pun, namun lebih kuat daripada semua doa lain berkat Nama Yesus Yang Mahakuasa, Tuhan dan Penyelamat kita. Kita perlu menyeru Nama ini dengan iman yang penuh dan teguh – dengan benar-benar yakin, bahwa Yesus hadir … Doa Yesus bukanlah semacam mantra. Dayanya berasal dari iman akan Tuhan, dan dari persatuan mendalam hati serta budi kita denganNya”
Yang Terberkati biarawati skhima Macaria (29 Mei 1926 – 6 Juni 1993) yang begitu melekat pada Yesus Kristus dengan mendaraskan seruan Doa Yesus karena kasihnya pada Tuhan, sampai-sampai mengatakan bahwa ”roh jahat sangat takut pada komboskini yang digunakan untuk mendaraskan Doa Yesus, seakan-akan sudah siap mencambuk mereka”.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Nama Yesus hanya merupakan sarana, yang harus membawa kita kepada Pribadi Yesus sendiri. Nama Yesus adalah Nama Inkarnasi dari Sang Firman yang Menjelma menjadi manusia, Sang Firman yang adalah satu Dzat Hakekat dengan Allah sendiri. Karena dalam penjelmaan Sang Firman menjadi manusia inilah seluruh pewahyuan Allah yang sempurna dinyatakan, maka dengan menyebut Nama Yesus dengan mendaraskannya dalam Doa Yesus, bukan hanya sekedar mengenang nama seorang manusia saja, namun terangkum di dalamnya seluruh Pribadi Allah yang dinyatakan melalui SabdaNya, serta karya Pewahyuan, Penebusan dan Penyelamatan yang dilakukan Allah melalui FirmanNya yang menjelma itu. Berarti menyebut Nama Yesus adalah mengingat segenap realita dan karya Ilahi sebagaimana yang sudah dinyatakan dan diwahyukan di dunia ini. Nama Yesus bukan diberikan oleh manusia, tetapi dianugerahkan oleh Allah sendiri melalui Santo Gabriel, Malaekat Agung, suatu nama yang akan menyelamatkan mengampuni umatNya dari dosa, sebab Nama itu adalah Nama Anak Allah, yaitu Sang Firman yang satu Dzat Hakekat dengan Allah sendiri yang sudah menjelma menjadi manusia. Jadi nama Yesus bukanlah bunyi kosong. Nama Yesus bukan hanya melambangkan yang ilahi yang ditunjuknya. Nama itu seringkali mengandung kekuatan, rahmat dan kehadiran yang ilahi itu. Doa Puja Yesus ini didaraskan dengan iman penuh percaya bahwa di dalam Nama Yesus itu ada kuasa, serta tak ada keselamatan di luar Nama itu. Dengan demikian bukan pada pengulangan berkali-kali bunyi rumusan doa ini yang menjadi concerned dari Doa Yesus, namun penghadiran ingatan akan Yesus yang terus-menerus dalam pikiran dan batin. Sehingga batin dan pikiran tak sempat diisi dengan fantasi-fantasi berdosa yang menuntun kepada dosa, termasuk nafsu serakah kemelekatan akan materi: uang dan harta dengan segala akibat yang mengikutinya seperti sudah dijelaskan di atas, namun batin dan pikiran hanya diisi oleh hadirat Allah di dalam Nama Yesus. Dan dalam hampir semua agama kuno terdapat kepercayaan bahwa siapapun yang mempunyai Nama Ilahi, ia juga mempunyai kekuatan yang terkandung dalam nama itu. Maka mereka yang menang dari nafsu kemelekatan, termasuk diantaranya kemelekatan uang dan materi, harta benda dan hanya melekat penuh iman pada Allah Sang Tritunggal Maha Kudus melalui Sang Firman Menjelma, Yesus Kristus, di dalam Roh Kudus, di situlah kelak kita akan dikaruniakan Nama Ilahi yaitu Nama Sang Pribadi Kekal itu sendiri sehingga kitapun boleh menyandang hidup kekal.
”Barangsiapa menang, ... padanya akan Kutuliskan nama Allah-Ku, nama kota Allah-Ku, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari Allah-Ku, dan nama-Ku yang baru” (Wahyu 3:12).
REFERENSI
1. ______________. Pengertian Sales, Salesman, atau Salesmanship. http://planetto.blogspot.com
2. Arkhimandrit Rm. Daniel Bambang Dwi Byantoro. Gereja Orthodox dan Ajaran-ajarannya (Materi Katekisasi). Aqidah Tentang Ke-Esa-an Allah (Tauhid). Jakarta. 1997.
3. Arkhimandrit Rm. Daniel Bambang Dwi Byantoro. Khotbah-Khotbah dari Negeri Seberang (Kumpulan Kotbah-kotbah Hari Minggu dan Hari-hari Perayaan Gereja Orthodox). Apa yang Kau Cari Wahai Manusia? Team Penyusun: USA, Jatim, Jateng, Riau, Jakarta, Epiphania 2003. Supervising Editor, Lay Out & Publisher: Romo Arkhimandrit Daniel BDB, Ph.D, Editors & Publishing Staffs: Br. Kyrillos J.S. & Sdr.Methodios T.K, Kompilator: Sdri. Artemia, Pemprakarsa Kompilasi: Br. Dionysios S.H. Hari Raya Epifania 2003.
4. Ev. Ronald A. H. Oroh, M.Div. “Theologi” Sukses, Penderitaan, dan Theologi Kenikmatan. December 13, 2008.
5. From Wikipedia, the free encyclopedia. Prosperity theology.
6. Hendri Yanto. Kontroversi seorang salesman atau salesgirl. http://ekonomi.kompasiana.com. 19 November 2010
(sumber: http://monachoscorner.weebly.com/theologi-kemakmuran.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar